Beranda | Artikel
Bulan Suro, Bulan Istimewa
Kamis, 23 Oktober 2014

Buletin At-Tauhid edisi 41 tahun 305b6c4dfe671475b702338a9c5149e31X

Segala puji hanya milik Allah Ta’ala, satu-satunya Rabb yang berhak untuk diibadahi.Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad shallallahu‘alaihi wa sallam, beserta keluarganya, para shahabatnya, dan orang-orang yang selalu mengikuti mereka dengan sebaik-baiknya hingga hari akhir nanti.
Kaum muslimin yang di muliakan oleh Allah Ta’ala, insya Allah sebentar lagi kita akan memasuki bulan Al Muharram (orang jawa biasa menyebutnya bulan suro), yaitu bulan pertama dalam kalender hijriyah. Bulan Al Muharram atau bulan suro ini termasuk diantara empat bulan haram (suci) yang dimuliakan oleh Allah Ta’ala, sebagaimana firman-Nya (yang artinya),“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus” (QS.At Taubah: 36)
Empat bulan suci tersebut adalah bulan Dzulqo’dah, Dzulhijjah, Al Muharram, dan Rajab. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam, “Satu tahun itu ada 12 bulan. Di antaranya ada 4 bulan haram, yaitu 3 bulan berturut-turut, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Al Muharram, serta Rajab yang berada di antara bulan jumada dan sya’ban.” (HR. Bukhari)
Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan, “Dinamakan bulan haram karena ada dua alasan. Pertama, karena diharamkan pembunuhan pada bulan tersebut sebagaimana hal ini juga diyakini orang jahiliyyah. Kedua, karena larangan untuk melakukan berbagai perbuatan haram pada bulan tersebut lebih keras dari pada bulan-bulan lainnya” (lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi).
Amalan shalih di Bulan Al Muharram
Kaum muslimin yang dimuliakan oleh Allah Ta’ala, di antara amalan yang dituntunkan oleh agama kita dalam memuliakan bulan Al Muharram adalah dengan banyak-banyak melakukan puasa, sebagaimana hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik puasa setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, bulan Al Muharram.”(HR. Muslim), sehingga disunnahkan untuk banyak melakukan puasa di sepanjang bulan Al Muharram.Namun di antara hari-hari di bulan Al Muharram tersebut, adabeberapa jenis puasa yang diutamakan untuk dikerjakan, di antaranya adalah :

[1] Puasa Asyura’, yaitu berpuasa pada tanggal 10 Al Muharram.

Dalil dari puasa asyura’ tanggal 10 Al Muharram ini adalah hadits Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan, “Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai di Madinah, orang-orang yahudi berpuasa Asyura’. Mereka mengatakan,‘Ini adalah hari di mana Musa menang melawan Fir’aun’. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para shahabat, “Kalian lebih berhak terhadap Musa dari pada mereka (orang yahudi), karena itu, berpuasalah kalian.” (HR.Bukhari)
Diantara keutamaan berpuasa asyura’ ini adalah diampuni dosanya selama setahun yang lalu.
Dari Abu Qatadah Al Anshari radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa Asyura’, kemudian beliau menjawab, “Puasa Asyura’ menjadi penebus dosa setahun yang telah lalu” (HR. Muslim)
Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan, bahwa yang dimaksudkan pengampunan dosa di sini adalah dosa-dosa kecil. Beliau berkata, “Yang dihapus adalah semua dosa kecil dan tidak termasuk dosa besar”(lihat Al Majmu’, An Nawawi).Namun diharapkan dosa besar pun bisa diringankan dengan amalan tersebut. Ataupun jika tidak, amalan tersebut bisa meninggikan derajat seseorang (lihat Syarh Shahih Muslim). Untuk dosa besar, maka menghapusnya adalah dengan bertaubat, menyesal, dan berusaha sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi.
[2] Puasa Tasu’a, yaitu berpuasa pada tanggal 9 Al Muharram.
Disunnahkan pula bagi kita untuk berpuasa sehari sebelum puasa asyura’, yaitu berpuasa pada tanggal 9 Al Muharram, yang disebut dengan puasa Tasu’a. sebagaimana hadits dari shahabat Abdullah ibnu abbasradhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Ketika Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan shahabatnya untuk berpuasa, mereka berkata, “Wahai Rasulullah sesungguhnya ‘Asyura adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani”, Maka Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada tahun mendatang Insya Allah kita juga akan berpuasa pada hari kesembilan”
Dia (Ibnu ‘Abbas) berkata, “Akan tetapi beliau shallallahu‘alaihi wa sallam telah wafat sebelum tahun depan” (HR. Muslim).
Para ulama menjelaskan bahwa disunnahkan berpuasa pada hari kesembilan dan kesepuluh, karena Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari kesepuluh dan berniat berpuasa pada hari kesembilan. Dan insya Allah pada tahun ini tanggal 9 dan 10 Al Muharram bertepatan dengan tanggal 2 dan 3 November 2014, semoga kita dimudahkan oleh Allah Ta’ala untuk mengerjakannya.
Kekeliruan di bulan Al Muharram
Kaum muslimin yang di rahmati oleh Allah Ta’ala. Di tengah kesucian bulan Al Muharram ini, sangat di sayangkan masih banyak saudara-saudara kita yang masih memiliki keyakinan dan amal yang keliru dan tidak sesuai dengan syari’at agama Islamterkait bulan suro atau bulan Al Muharram ini, di antaranya adalah :
[1] Anggapan bahwa bulan suro adalah bulan sial
Sebagian dari masyarakat kita memiliki anggapan dan keyakinan bahwa bulan suro adalah bulan sial, sehingga mereka tidak berani untuk menyelenggarkan suatu acara terutama hajatan dan pernikahan. Anggapan semacam ini tidaklah benar, karena hal tersebut merupakan keyakinan yang bertentangan dengan keimanan dan aqidah yang benar dalam Islam. Keyakinan keliru tersebut dinamakan thathoyyur, yaitu beranggapan sial terhadap sesuatu tanpa adanya dalil maupun bukti ilmiyah.
Di dalam agama kita tidak diperbolehkan mempunyai keyakinan sial terhadap waktu tertentu, baik hari, maupun bulan tertentu, serta tidak diperbolehkan mencela waktu, karena AllahTa’ala berfirman dalam hadits qudsi,”Aku disakiti oleh anak Adam. Dia mencela waktu, padahal Aku adalah (pengatur) waktu, Akulah yang membolak-balikkan malam dan siang.” (HR. Muslim).
Bahkan beranggapan sial terhadap sesuatu tanpa alasan yang benar bisa menjerumuskan seseorang ke dalam kesyirikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Beranggapan sial termasuk kesyirikan, beranggapan sial termasuk kesyirikan. (Beliau menyebutnya tiga kali, lalu beliau bersabda). “Tidak ada di antara kita yang selamat dari beranggapan sial. Hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal kepada-Nya.” (HR. Abu Dawud).

Sebelum Islam datang, orang musyrikin Arab jahiliyyah memiliki keyakinan yang serupa dengan keyakinan tathoyyur di atas. Di antaranya adalah masyarakat jahiliyyah meyakini bahwa bulan Shafar (bulan setelah Muharam) sebagai bulan sial. Mereka takut dan tidak mau mengadakan kegiatan apapun di bulan Shafar. Mereka juga berkeyakinan sial dengan hadirnya burung hantu, karena mereka menganggap burung hantu adalah lambang kematian. Jika hinggap di atas rumah lalu mematuk-matuk rumah tersebut, itu artinya sebentar lagi akan ada anggota keluarga rumah tersebut yang akan meninggal.
Ketika Islam datang, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghapus keyakinan ini, beliau bersabda, “Tidak ada penyakit yang menular dengan sendirinya, tidak ada keyakinan sial karena sebab tertentu, tidak ada keyakinan tentang burung hantu, dan tidak ada kesialan bulan shafar” (HR. Bukhari dan Muslim).

[2] Melakukan ritual ritual yang tidak dituntunkan oleh agama Islam.
Sebagian kaum muslimin masih banyak yang melakukan amalan-amalan maupun ritual ritual yang jauh dari ajaran agama Islam ketika memasuki bulan suro, khususnya ketika memasuki tanggal satu suro. Diantaranya ada yang melakukan suatu amalan berupa tidak mau berbicara ketika mengitari tempat tertentu, kungkum (berendam), dan lain sebagainya, dengan keyakinan hal tersebut mendatangkan barokah. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menegaskan bahwa, “Barangsiapa yang melakukan amalan yang tidak ada perintah dan tuntunannya dari kami, maka ia tertolak” (HR. Muslim)
Bahkan yang sangat mengherankan,ada di antara masyarakat kita yang ngalap berkah melalui kotoran hewan tertentu yang diperebutkan, dan juga ada yang memberikan sesaji arung labuh kepada selain Allah Ta’ala. Sungguh ini sangat jauh dari ajaran agama kita.Allah Ta’alatelah berfirman (yang artinya), “Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah” (QS.Al An’am: 162).

Kesimpulannya, bahwa bulan Al Muharramatau dikenal dengan bulan Suro merupakan bulan yang mulia. Maka tidak selayaknya bagi kita kaum muslimin mempunyai anggapan yang tidak baik terhadapnya, dengan menjadikan sebagai bulan sial atau bulan keramat. Sehingga bisa menyebabkan secara tidak sadar kita terjerumus kepada kesyirikan dengan melakukan amalan dan ritual keliru yang merupakan cerminan dari keyakinan yang tidak benar.
Demikianlah penjelasan tentang keistimewaan bulan Al Muharram serta beberapa kekeliruan dalam mensikapinya, mudah-mudahan kita di jauhkan oleh Allah Ta’ala dari keyakinan serta amalan yang bertentangan dengan ajaran agama Islam, dan diberi kemudahan untuk melaksanakan amalan-amalan mulia yang di tuntunkan oleh syari’at. Wallahu a’lam.

Penulis : Nizamul Adli Wibisono, A.Md (Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)
Muroja’ah : Ustadz Abu Salman, B.I.S


Artikel asli: https://buletin.muslim.or.id/bulan-suro-bulan-istimewa/